Bab 6
Bela Negara dalam Konteks Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Tujuan yang diharapkan setelah mempelajari:
1.
Dapat menjelaskan pengertian makna bela negara
2. Dapat
mendiskripsikan dasar hukum bela negara
3. Dapat
mendiskripsikan perjuangan bangsa Indonseia dari masa kemasa
4.
Dapat menerapkan perjuangan dalam kehidupan sehari-hari
dimasarakat bangsa negara
6.1.
Makna Bela Negara
Dalam Pasal 27 ayat (3) UUD NRI Tahun
1945, dijelaskan bahwa setiap warga negara itu memiliki hak dan kewajiban dalam
upaya pembelaan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar
manusia juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan
dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian
kepada negara dan bangsa.
Selanjutnya, ditegaskan dalam Pasal 9
ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, “Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan negara”. Kata “kewajiban” dalam ketentuan tersebut,
mengandung makna bahwa dalam keadaan tertentu, negara dapat memaksa setiap
warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara.
Menurut UU No. 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, yang dimaksud dengan bela negara adalah sikap dan perilaku
warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Berdasarkan pengertian bela negara di
atas, dapat dipahami bahwa membela negara itu bukan hanya tugas dan tanggung
jawab dari aparat keamanan, seperti polisi atau TNI saja melalui teknik dan
strategi militer, namun juga hak sekaligus kewajiban seluruh rakyat Indonesia
dalam membela negara sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia. Mengapa warga negara itu wajib
membela negaranya? Hal ini bukan hanya peraturan perundangundangan
mewajibkannya. Namun, perlu dipahami bahwa warga negara itu sebagai bagian dari
suatu bangsa yang menempati wilayah negara tersebut. Sudah selayaknya memiliki
kesadaran akan kecintaan terhadap tanah airnya. Apa pun yang terjadi, jika
sudah didasari rasa cinta, maka pengorbanan apa pun juga akan dilakukan. Hal
ini dijelaskan oleh Departemen Pertahanan Republik Indonesia, bahwa upaya bela
negara itu didasari oleh lima nilai yang harus diwujudkan oleh seluruh rakyat
Indonesia. Kelima nilai itu adalah nilai cinta tanah air, kesadaran berbangsa
dan bernegara, keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara, rela
berkorban demi bangsa dan negara, serta memiliki kemampuan awal bela negara.
Inti dari upaya
bela negara adalah kesediaan untuk memberikan sesuatu tanpa pamrih atau kerelaan berkorban untuk bangsa dan
negara sebagai sebuah tindakan terbaik untuk melindungi, mempertahankan, serta
memajukan bangsa
6.2 . Peraturan Perundang-undangan
yang Mengatur Bela Negara
1. UUD NRI Tahun 1945
1. Pasal
27 ayat (3) yang berbunyi: “ Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara”.
2. Pasal
30 ayat (1) yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.
3. Pasal
30 ayat (2) yang berbunyi: “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan
rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
4. Pasal
30 ayat (3) yang berbunyi: “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas
mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara”.
5. Pasal
30 ayat (4) yang berbunyi: “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat
negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.
6. Pasal
30 ayat (5) yang berbunyi: “Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan
tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara, serta hal-hal terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur
dengan undang-undang”.
2. Ketetapan MPR
a. Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI
dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Berdasarkan Ketetapan MPR tersebut, TNI dan Polri secara kelembagaan
terpisah dengan peran dan fungsi masing-masing. Peran dan fungsi tersebut, di
antaranya sebagai berikut.
Sumber:
http://degorontalo.co/wp-content
Gambar 6.3 anggota Kepolisian Republik Indonesia
1) TNI
adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara.
2) Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan.
3) Dalam
hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan TNI dan
warga negara Republik Indonesia harus bekerja sama dan saling membantu.
b. Tap MPR RI
No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peran TNI adalah sebagai berikut:
1) TNI
merupakan alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2) TNI
sebagai alat pertahanan negara bertugas pokok menegakkan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan UUD NRI Tahun 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
3) TNI
melaksanakan tugas negara dalam penyelenggaraan wajib militer bagi warga negara
yang diatur dengan UU.
Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah sebagai
berikut:
1) Kepolisian
Negara RI merupakan Kepolisian Nasional yang organisasinya disusun secara
berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah
2) Dalam
menjalankan perannya Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki
keahlian dan keterampilan secara profesional.
3. Undang-Undang :
1.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara.
3.
Undang-Undang Nomor. 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia.
4.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia pasal 68, yang menyatakan bahwa setiap warga negara wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara.
5. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yang
6.3 Perjuangan
Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Amatilah gambar
berikut ini.
Sumber: Buku 30 Tahun Indonesia
Merdeka
Gambar 6.4 Peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Apa yang kalian ketahui tentang
peristiwa pada dua gambar di atas? Coba ceritakan berdasarkan hasil
pengamatanmu. Gambar di atas merupakan beberapa peristiwa yang terjadi saat
awal kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah bangsa Indonesia memproklamasikan berdirinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia, perjuangan kemerdekaan belumlah berakhir.
Keinginan bangsa Indonesia untuk membangun sendiri negara yang merdeka dan
berdaulat mendapat tantangan besar dari Pemerintah Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, secara
sepihak Belanda kembali masuk ke Indonesia dengan mengatasnamakan sebagai
penguasa yang sah karena berhasil mengalahkan Jepang yang sebelumnya mengambil
alih kekuasaan Hindia Belanda (Indonesia) dari Belanda. Menghadapi situasi
semacam ini, menggeloralah semangat revolusi kemerdekaan bangsa Indonesia. Baru
beberapa saat Indonesia merdeka harus kembali berperang melawan Belanda yang
ingin merampas kemerdekaan Indonesia. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan
tersebut harus melewati beberapa episode penting yang mengombinasikan antara
perang fisik dan perjuangan secara diplomasi atau perundingan-perundingan dalam
kurun waktu antara tahun 1945 sampai 1949.
1. Perjuangan Fisik
Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatua
Republik Indonesia setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 adalah kedatangan Belanda ke Indonesia. Belanda sebagai
salah satu anggota Sekutu yang memenangkan Perang Dunia II, menyatakan berhak
atas Indonesia karena sebelumnya mereka menjajah Indonesia. Mereka datang
dengan membentuk Netherlands-Indies Civil
Administration (NICA) dengan menumpang dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI).
Kedatangan Belanda dengan menumpang
AFNEI mendapat perlawanan bangsa Indonesia. Apalagi setelah secara
terang-terangan Belanda mulai menduduki wilayah Indonesia. Coba cari informasi
mengenai perjuangan rakyat di daerahmu, dalam melawan Belanda pada awal
kemerdekaan, juga perjuangan rakyat di daerah lain di Indonesia. Apakah benar
pernyataan bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda
terjadi di seluruh wilayah Indonesia? Berikut merupakan sebagian perjuangan
melawan Belanda secara fisik untuk mempertahankan kemerdekaan.
a. Insiden Bendera di Surabaya
Pada tanggal 19 September 1945, di
Surabaya terjadi peristiwa “Insiden Surabaya”. Insiden ini bermula dari
beberapa orang Belanda mengibarkan bendera Merah Putih Biru pada tiang di atas
Hotel Yamato, Tunjungan. Tentu saja tindakan ini menimbulkan amarah rakyat,
yang kemudian mereka menyerbu hotel itu dan menurunkan bendera tersebut serta
merobek bagian yang berwarna biru, lalu mengibarkan kembali sebagai bendera
Merah Putih.
b. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran terjadi mulai tanggal 15
Oktober 1945 sampai tanggal 20 Oktober
1945. Kurang lebih sebanyak 2000 pasukan Jepang berhadapan dengan TKR dan para
pemuda. Peristiwa ini memakan banyak korban dari kedua belah pihak, bermula
ketika kurang lebih 400 orang veteran AL Jepang yang akan dipekerjakan untuk
mengubah pabrik gula Cepiring Semarang menjadi pabrik senjata, memberontak pada
waktu dipindahkan ke Semarang kemudian menyerang polisi Indonesia yang mengawal
mereka. Dr. Karyadi menjadi salah satu korban sehingga namanya diabadikan
menjadi nama salah satu rumah sakit di kota Semarang sampai sekarang. Untuk
memperingati peristiwa tersebut, pemerintah membangun sebuah tugu yang diberi
nama Tugu Muda.
c. Pertempuran Surabaya tanggal 10 November 1945
Terjadinya pertempuran di Surabaya,
diawali oleh kedatangan atau mendaratnya brigade 29 dari divisi India ke-23 di
bawah pimpinan Brigadir Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945. Namun,
kedatangannya tersebut mengakibatkan
terjadinya kerusuhan dengan pemuda karena adanya penyelewengan kepercayaan oleh
pihak Sekutu. Pada tanggal 27 Oktober 1945, pemuda Surabaya berhasil
memporak-porandakan kekuatan Sekutu. Bahkan, hampir menghancurkannya, kemudian
untuk menyelesaikan insiden tersebut diadakan perundingan. Namun, pada saat
perundingan, terjadi insiden Jembatan Merah dan Brigadir Mallaby tewas.
Pada tanggal 9 November 1945, tentara
Sekutu mengeluarkan ultimatum yang isinya agar para pemilik senjata menyerahkan
senjata kepada Sekutu sampai tanggal 10 November 1945 pukul 06.00. Ultimatum
itu tidak dihiraukan oleh rakyat Surabaya. Akibatnya, pecahlah perang di
Surabaya pada tanggal 10 November 1945, pemuda Surabaya melakukan perlawanan
dengan menyusun organisasi yang teratur di bawah komando Sungkono.
Bung Tomo, melalui siaran radio,
mengobarkan semangat perlawanan Pemuda Surabaya agar pantang menyerah kepada
penjajah, misalnya slogan Revolusi ”merdeka atau mati”. Pertempuran ini
merupakan pertempuran yang paling dahsyat yang menelan korban 15.000 orang.
Peristiwa 10 November ini, diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh seluruh
bangsa Indonesia.
d. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran ini diawali oleh
kedatangan tentara Inggris di bawah pimpinan Brigjen Bethel di Semarang pada
tanggal 20 Oktober 1945 untuk membebaskan tentara Sekutu. Setelah itu, menuju
Magelang. Karena Sekutu diboncengi oleh NICA dan membebaskan para tawanan
Belanda secara sepihak, maka terjadilah perlawanan dari TKR dan para pemuda.
Pasukan Inggris akhirnya terdesak mundur ke Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut,
Letkol Isdiman gugur sebagai kusuma bangsa. Kemudian, Kolonel Sudirman sebagai
Panglima Divisi Banyumas, terjun langsung dalam pertempuran tersebut. Pada
tanggal 15 Desember 1945 tentara Indonesia berhasil memukul mundur Sekutu
sampai Semarang. Karena jasanya, pada tanggal 18 Desember 1945, Kolonel
Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar TKR dan berpangkat Jendral. Sampai
sekarang, setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai hari Infantri.
e. Pertempuran Medan Area
Pasukan Sekutu yang diboncengi oleh
serdadu Belanda dan NICA di bawah pimpinan Brigadir Jenderal TED Kelly,
mendarat di Medan pada tanggal 9 Oktober 1945. Pada tanggal 13 Oktober 1945,
terjadi pertempuran pertama antara pemuda dan pasukan Belanda yang merupakan awal
perjuangan bersenjata yang dikenal dengan Medan Area. Bentrokan antara rakyat
dengan serdadu NICA menjalar ke seluruh kota Medan, dan tentara Sekutu
mengeluarkan maklumat melarang rakyat membawa senjata serta semua senjata yang
ada harus diserahkan kepada Sekutu. Pertempuran terus terjadi ke daerah lain di
seluruh Sumatra, seperti di Padang,
Bukittinggi, dan Aceh dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen sejak bulan
November 1945.
f. Bandung
Lautan Api
Pada tanggal 21
November 1945, Sekutu mengeluarkan
ultimatum pertama agar kota Bandung
bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia selambat-lambatnya tanggal 29
November 1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan. Namun, ultimatum tersebut
tidak diindahkan oleh para pejuang Republik Indonesia. Oleh karena itu, untuk
kedua kalinya pada tanggal 23 Maret 1946, tentara Sekutu kembali mengeluarkan
ultimatum supaya TRI mengosongkan seluruh kota Bandung. Pemerintah RI di
Jakarta memerintahkan
Akhirnya, dengan berat hati TRI mengosongkan kota Bandung.
Sebelum keluar dari Bandung pada tanggal 23 Maret 1946, para pejuang RI
menyerang markas Sekutu dan membumihanguskan Bandung bagian selatan. Untuk
mengenang peristiwa tersebut, Ismail Marzuki mengabadikannya dalam sebuah lagu
yaitu Hallo-Hallo Bandung.
g. Pertempuran Margarana
Pada tanggal 2-3 Maret 1946, Belanda
mendaratkan pasukannya di Bali. Saat itu, Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai
sedang mengadakan perjalanan ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan
Markas Tertinggi TRI mengenai pembinaan Resimen Sunda Kecil dan cara-cara
menghadapi Belanda. Sekembalinya dari Yogyakarta, kesatuan resimennya dalam keadaan terpencar. I Gusti Ngurah Rai
menggalang kekuatan dan menggempur Belanda pada tanggal 18 November 1945.
Karena kekuatan pasukan tidak seimbang dan persenjataan yang kurang lengkap,
akhirnya pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran “Puputan” di
Margarana sebelah utara Tabanan Bali, hingga I Gusti Ngurah Rai gugur bersama
anak buahnya.
h. Perlawanan terhadap Agresi Militer Belanda
Belanda selalu berusaha menguasai
Indonesia dengan berbagai cara. Berbagai perundingan yang dilakukan. Sering
kali dilanggar dengan berbagai alasan. Untuk menguasai seluruh wilayah
Indonesia, Belanda melancarkan agresi milier sebanyak dua kali. Agresi Militer
I dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 1947, dengan menguasai daerah-daerah yang
dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer ini kepada PBB, dan
akhirnya atas tekanan resolusi PBB tercapai gencatan senjata.
Agresi kembali dilakukan pada 19
Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota
Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan
beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini, menyebabkan dibentuknya
Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin
Prawiranegara. Setelah Yogyakarta dikuasai Belanda, perlawanan bangsa Indonesia
mengubah strategi dengan cara perang gerilya. Salah satu hasil perang gerilya
adalah Serangan Umum tanggal 1 Maret 1949, yang dipimpin oleh Jenderal
Sudirman. Serangan ini memberi dampak bagi dunia internasional tentang
keberadaan NKRI.
i.
Perang Gerilya
Perlawanan bangsa Indonesia juga
menggunakan strategi perang gerilya, yaitu perang dengan berpindah-pindah
tempat. Sewaktu-waktu menyerang berbagai posisi tentara Belanda, baik di jalan
maupun di markasnya. Salah satu perang gerilya, dipimpin oleh Jenderal
Soedirman. Ia bergerilya dari luar kota Yogyakarta selama delapan bulan
ditempuh kurang lebih 1000 km di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak
jarang, Soedirman harus ditandu atau digendong karena dalam keadaan sakit
keras. Setelah berpindah-pindah dari beberapa desa, rombongan Soedirman kembali
ke Yogyakarta pada tanggal 10 Juli1949.
Kolonel A.H. Nasution, selaku Panglima
Tentara dan Teritorium Jawa, menyusun rencana pertahanan rakyat Totaliter yang
kemudian dikenal sebagai Perintah Siasat Nomor I, salah satu pokok isinya ialah
tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal untuk menyusup ke
belakang garis musuh dan membentuk kantong-kantong gerilya sehingga seluruh
Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.
Sumber: Buku 30 Tahun Indonesia
Merdeka
Gambar 6.9
Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya meskipun dalam keadaan sakit
Salah satu pasukan yang harus menyusup
ke belakang garis musuh adalah pasukan Siliwangi. Pada tanggal 19 Desember
1948, bergeraklah pasukan Siliwangi dari Jawa Tengah menuju daerah-daerah
kantong yang telah ditetapkan di Jawa Barat. Perjalanan ini dikenal dengan nama
Long March Siliwangi, yaitu sebuah perjalanan yang jauh, menyeberangi sungai,
mendaki gunung, menuruni lembah, melawan rasa lapar dan letih, serta dibayangi
bahaya serangan musuh.
2. Perjuangan
Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Jalur Diplomasi
Selain melalui perjuangan fisik, para
pahlawan bangsa pun berjuang melalui jalur diplomasi. Perjuangan melalui jalur
diplomasi ini dilakukan melalui berbagai perundingan terutama dengan Belanda.
Tujuannya satu yakni agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah
negara yang merdeka dan mempunyai kedudukan yang sama dengan negara lainnya
yang sudah terlebih dahulu merdeka. Berikut ini beberapa perundingan yang
dilakukan oleh Indonesia dengan Belanda pada masa revolusi kemerdekaan.
a. Perjanjian Linggarjati
Perundingan Linggarjati adalah suatu
perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat pada pada
tanggal 10-15 November 1946 yang menghasilkan persetujuan mengenai status
kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka
Jakarta pada tanggal 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua
negara pada tanggal 25 Maret 1947.
Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir,
Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jenderal dan dipimpin oleh Wim
Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook. Dalam perundingan tersebut, Lord
Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator. Hasil perundingan terdiri
dari 17 pasal yang antara lain berisi hal-hal berikut.
1) Belanda
mengakui secara de facto wilayah
Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatra, dan Madura.
2) Belanda
harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3) Pihak
Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat
(RIS).
4) Dalam
bentuk RIS, Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/
Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala
uni.
b. Perjanjian Renville
Perjanjian Renville diambil dari nama
sebutan kapal perang milik Amerika Serikat yang dipakai sebagai tempat
perundingan antara pemerintah Indonesia dan pihak Belanda, dengan Komisi Tiga
Negara (Amerika Serikat, Belgia, dan Australia) sebagai perantaranya. Dalam
perundingan itu, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir
Syarifuddin dan pihak Belanda menempatkan seorang warga Indonesia yang bernama
Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasinya. Penempatan Abdulkadir
Wijoyoatmojo ini merupakan siasat pihak Belanda dengan menyatakan bahwa
pertikaian yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda merupakan masalah dalam
negeri Indonesia dan bukan menjadi masalah intenasional yang perlu adanya
campur tangan negara lain.
Adapun isi Perjanjian Renville, itu di antaranya sebagai
berikut.
1)
Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya
Republik Indonesia Serikat (RIS).
2)
Republik Indonesia sejajar kedudukannya dalam
Uni Indonesia Belanda.
3)
Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk,
Belanda dapat menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara.
4)
Republik Indonesia menjadi negara bagian dari
Republik Indonesia Serikat.
5)
Antara enam bulan sampai satu tahun, akan
diselenggarakan pemilihan umum untuk membentuk Konstituante RIS.
6)
Tentara Indonesia di daerah pendudukan Belanda
(daerah kantong) harus dipindahkan ke daerah Republik Indonesia.
Perjanjian Renville berhasil
ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948. Perjanjian
Renville ini menyebabkan kedudukan Republik Indonesia semakin tersudut dan
daerahnya semakin sempit. Hal ini merupakan akibat dari diakuinya garis Van
Mook sebagai garis perbatasan baru hasil Agresi Militer Belanda I. Sementara
itu, kedudukan Belanda semakin bertambah kuat dengan terbentuknya negaranegara
boneka.
Setelah penandatanganan Perjanjian
Renville, pihak Pemerintahan Indonesia menghadapi tantangan sangat berat dan
mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin jatuh. Kabinet Amir Syarifuddin kemudian
digantikan oleh Kabinet Hatta. Namun, di bawah pemerintahan Hatta, muncul
banyak rongrongan dan salah satunya dilakukan oleh bekas Perdana Menteri Amir
Syarifuddin dengan organisasinya yang bernama Front Demokrasi Rakyat. Puncak
dari pergolakan itu adalah pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948. Keadaan
seperti itu, dimanfaatkan pihak Belanda untuk melancarkan Agresi Militer II.
c. Perundingan Roem-Royen
Titik terang dalam sengketa penyelesaian
konflik antara pihak Indonesia-Belanda terlihat. Hal ini dikarenakan kedua
belah pihak bersedia untuk maju ke meja perundingan. Keberhasilan membawa masalah
Indonesia-Belanda ke meja perundingan, tidak terlepas dari inisiatif komisi PBB
untuk Indonesia. Pada tanggal 4 April 1949, dilaksanakan perundingan di Jakarta
di bawah pimpinan Merle Cochran, anggota komisi dari Amerika Serikat. Delegasi
Republik Indonesia dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem.
Dalam perundingan Roem-Royen, pihak
Republik Indonesia tetap berpendirian bahwa pengembalian pemerintahan Republik
Indonesia ke Yogyakarta, merupakan kunci pembuka untuk perundingan selanjutnya.
Sebaliknya, pihak Belanda menuntut penghentian perang gerilya oleh Republik
Indonesia. Akhirnya, pada tanggal 7 Mei 1949, berhasil dicapai persetujuan
antara pihak Belanda dengan pihak Indonesia. Kemudian, disepakati kesanggupan
kedua belah pihak untuk melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tanggal
28 Januari 1949 dan persetujuan pada tanggal 23 Maret 1949. Pernyataan
pemerintah Republik Indonesia dibacakan oleh Ketua Delegasi Indonesia Mr.
Mohammad Roem yang antara lain berisi sebagai berikut.
1) Pemerintah
Republik Indonesia akan mengeluarkan perintah penghentian perang gerilya.
2) Kedua
belah pihak bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga
keamanan serta ketertiban.
3) Belanda
turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang bertujuan mempercepat
penyerahan kedaulatan lengkap dan tidak bersyarat kepada negara Republik
Indonesia Serikat.
Pernyataan Delegasi Belanda dibacakan
oleh Dr. J.H. van Royen, yang berisi antara lain sebagai berikut.
1) Pemerintah
Belanda menyetujui bahwa Pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa
melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta.
2) Pemerintah
Belanda membebaskan secara tidak bersyarat para pemimpin Republik Indonesia dan
tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948.
3) Pemerintah
Belanda menyetujui bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik
Indonesia Serikat (RIS).
4) Konferensi
Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag sesudah Pemerintah
Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Setelah tercapainya Perundingan
Roem-Royen, pada tanggal 1 Juli 1949, Pemerintah Republik Indonesia secara
resmi kembali ke Yogyakarta. Selanjutnya, disusul dengan kedatangan para
pemimpin Republik Indonesia dari medan gerilya. Panglima Besar Jenderal Sudirman
tiba kembali di Yogyakarta pada tanggal 10 Juli 1949. Setelah pemerintahan
Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949
diselenggarakan sidang kabinet. Dalam sidang tersebut, Syafruddin Prawiranegara
mengembalikan mandat kepada Wakil Presiden Moh Hatta. Dalam sidang tersebut
juga diputuskan Sri Sultan Hamengku Buwono IX diangkat menjadi menteri
pertahanan merangkap koordinator keamanan.
d. Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar (KMB) yang
berlangsung di Den Haag pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949,
berhasil mengakhiri konfrontasi fisik antara Indonesia dengan Belanda. Hasil
konferensi tersebut yang paling utama adalah ”pengakuan dan penyerahan”
kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia tanggal 27
Desember 1949, yang disepakati akan disusun dalam struktur ketatanegaraan yang
berbentuk negara federal, yaitu negara Republik Indonesia Serikat.
Di samping itu, terdapat empat hal
penting lainnya yang menjadi isi kesepakatan dalam KMB. Pertama, pembentukan Uni Belanda-Republik
Indonesia Serikat yang dipimpin oleh Ratu Belanda secara simbolis. Kedua, Soekarno dan Moh. Hatta akan menjabat
sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Serikat untuk periode
1949-1950, dengan Moh. Hatta merangkap sebagai perdana menteri. Ketiga, Irian Barat masih dikuasasi Belanda
dan tidak dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat sampai dilakukan
perundingan lebih lanjut. Keempat, Pemerintah
Indonesia harus menanggung hutang negeri Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar
gulden.
Di satu sisi, hasil KMB tersebut harus
dianggap sebagai sebuah kemajuan. Karena sejak saat itu, setelah Belanda
”mengakui dan menyerahkan” kedaulatan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian,
secara resmi Indonesia menjadi negara merdeka dan terlepas dari cengkeraman
Belanda. Namun di sisi lain, kesepakatan yang dihasilkan dalam KMB tidak serta
merta menyelesaikan permasalahan bagi Indonesia. Terlebih bentuk negara federal
yaitu Republik Indonesia Serikat adalah produk rekayasa van Mook yang suatu
saat dapat dijadikan strategi untuk merebut kembali Indonesia melalui politik devide et impera.
Perjuangan melalui perundingan,
membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai. Kita tidak
mengutamakan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan. Hal ini sesuai dengan
budaya bangsa Indonesia yang tercermin dalam ideologi Pancasila. Kita mengutamakan
persatuan dan kesatuan, mengutamakan musyawarah mufakat. Coba kamu renungkan
pernyataan berikut “Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, namun
lebih mencintai kemerdekaan”.
3. Ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Ancaman adalah setiap usaha dan
kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Ancaman terhadap bangsa dan negara Indonesia terdiri atas ancaman militer dan
ancaman nonmiliter. Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan
bersenjata yang terorganisasi serta dinilai mempunyai kemampuan yang
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan
segenap bangsa. Ancaman militer dapat berbentuk agresi, pelanggaran wilayah,
spionase, sabotase, aksi teror bersenjata, pemberontakan, dan perang saudara.
Sementara itu, ancaman nonmiliter atau nirmiliter memiliki karakteristik yang
berbeda dengan ancaman militer, yaitu tidak bersifat fisik serta bentuknya
tidak terlihat seperti ancaman militer. Ancaman nonmiliter berbentuk ancaman
terhadap ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan
keamanan.
a. Ancaman dari Dalam Negeri
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai
suku bangsa dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Keanekaragarnan itu
seharusnya dapat menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk menangkal semua
gangguan atau ancaman yang ingin memecah-belah persatuan bangsa. Namun,
adakalanya perbedaan suku bangsa ini dapat menjadi sumber konflik yang dapat
menyebabkan perpecahan sehingga menjadi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Ancaman merupakan usaha-usaha yang
membahayakan kedaulatan negara, keselamatan bangsa dan negara. Potensi ancaman
yang dihadapi NKRI dari dalam negeri, antara lain sebagai berikut.
1) Disintegrasi
bangsa melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen kesukuan atau
pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat.
Gerakan separatis ini terjadi di beberapa daerah, antara lain di Papua, Maluku,
Aceh, dan Poso. Separatisme atau keinginan memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia jika tidak diketahui akar permasalahannya dan ditangani
secepatnya akan membuat keutuhan Republik Indonesia terancam.
2) Keresahan
sosial akibat kesenjangan ekonomi dan ketimpangan kebijakan ekonomi serta
pelanggaran hak asasi manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru
hara/kerusuhan massa.
3) Upaya
penggantian ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang ekstrim atau tidak
sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
4) Makar
atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional.
5) Munculnya
pemikiran memperluas daerah otonomi khusus tanpa alasan yang jelas, hingga
persoalan-persoalan yang muncul di wilayah perbatasan dengan negara lain.
6) Pemaksaan
kehendak golongan tertentu yang berusaha memaksakan kepentingannya secara tidak
konstitusional, terutama ketika sistem sosial politik tidak berhasil menampung
aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
7) Potensi
konflik antarkelompok/golongan, baik perbedaan pendapat dalam masalah politik,
konflik akibat pilkada maupun akibat masalah SARA.
8) Melakukan
kolusi, korupsi, dan nepotisme yang sangat merugikan negara dan bangsa karena
akan mengancam dan menghambat pembangunan nasional.
9) Kesenjangan
ekonomi, pemerataan pendapatan yang tidak adil antarkelompok dan antardaerah.
10) Penyalahgunaan
narkoba, pornografi dan porno aksi, pergaulan bebas, tawuran, dan lain-lain.
Selain ancaman yang telah disebutkan di
atas, ada juga ancaman yang lainnya, yaitu cara pengambilan keputusan melalui
pengambilan suara terbanyak. Pengambilan keputusan dengan suara terbanyak
dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan
pendapat. Namun, sering kali cara ini menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak
yang kalah sehingga mereka melakukan pengerahan massa atau melakukan tindak
kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.
4. Ancaman dari Luar Negeri
Ancaman dari luar negeri pada saat ini
yang paling perlu diwaspadai adalah ancaman nonmiliter. Dengan berakhirnya
perang dingin, maka ancaman militer semakin tidak menjadi perhatian. Namun,
tidak berarti ancaman militer tidak terjadi, seperti pelanggaran wilayah oleh
pesawat atau kapal perang negara lain. Potensi ancaman dari luar lebih
berbentuk ancaman nonmiliter, yaitu ancaman terhadap ideologi, politik,
ekonomi, dan sosial budaya.
Ancaman terhadap ideologi merupakan
ancaman terhadap dasar negara dan ideologi Pancasila. Masuknya ideologi lain
seperti liberalisme, komunisme, dan bebe rapa dekade terakhir muncul ideologi
yang berbasis agama, semakin mudah diterima oleh masyarakat Indonesia di era
global isasi ini. Nilai-nilai ideologi luar tersebut berbeda, bahkan terkadang
bertentangan den gan nilainilai Pancasila. Apabila kita tidak mampu menyaring
nilai-nilai tersebut,
maka dapat mengaburkan
nilai-nilai Pancasila. Contohnya, sikap
individualis yang merupakan perwujudan liberalisme, menjadi ciri masyarakat
perkotaan saat ini.
Ancaman terhadap politik ditunjukkan
dengan ikut campurnya negara lain dalam urusan dalam negeri Indonesia seperti
masalah hak asasi manusia, hukum, pemilihan umum, dan sebagainya. Sistem
politik liberal yang mengutamakan kepentingan individu atau kelompok menjadi
ancaman dalam kehidupan demokrasi Pancasila. Bentrokan akibat tidak dapat
menerima hasil pemilihan umum, serta unjuk rasa yang berlangsung rusuh
merupakan akibat negatif ideologi liberal.
Ancaman terhadap ekonomi dalam era
perdagangan bebas perlu diperhatikan. Semakin bebasnya berbagai produk luar
negeri yang masuk ke Indonesia, menjamurnya restoran, investasi asing, dan
perusahaan asing, dapat menjadi ancaman ekonomi nasional. Ketidakmampuan kita
dalam menghadapi globalisasi dan perdagangan bebas, dapat mengakibatkan
penjajahan dalam bentuk yang baru. Misalnya, sikap yang lebih menyukai produksi
luar negeri, hanya karena gengsi, merupakan bentuk baru penjajahan bidang
ekonomi. Potensi ancaman lainnya adalah dalam bentuk penjarahan sumber daya
alam melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol sehingga
merusak lingkungan, seperti illegal loging,
illegal fishing, penguasaan wilayah
Indonesia, pencurian kekayaan alam, dan penyelundupan barang.
Sumber:
https://lufitadwikomala.wordpress.com
Gambar 6.13 Illegal
loging menjadi ancaman serius bagi lingkungan alam Indonesia
Ancaman terhadap sosial budaya
dilakukan dengan menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi,
propaganda, peredaran narkoba, film-film porno, atau berbagai kegiatan
kebudayaan asing yang dapat memengaruhi bangsa Indonesia, terutama generasi
muda.
Adapun, ancaman terhadap pertahanan dan
keamanan, antara lain berupa pelanggaran wilayah oleh kapal atau pesawat
militer negara lain, peredaran narkoba internasional, kejahatan internasional,
kehadiran kelompok asing yang membantu gerakan separatis, dan sebagainya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa potensi ancaman terhadap keamanan nasional dan pertahanan
negara bisa datang dari mana saja. Coba kamu simpulkan, potensi ancaman apa
yang paling besar? Pengalaman menunjukkan bahwa secara instabilitas dalam
negeri sering kali mengundang campur tangan asing, baik langsung maupun tidak
langsung.
6.4. Semangat dan Komitmen
Persatuan dan Kesatuan
1. Upaya Mengisi dan Mempertahankan NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 mempunyai tekad untuk
mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan serta kedaulatan bangsa dan negara
berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, dalam kehidupan
bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa. Segenap warga negara harus selalu menjaga kehormatan
bangsa dan negara, sebagai bagian dari bangsa dan negara Indonesia. Hal
tersebut dilakukan dalam rangka mempertahankan eksistensi negara sesuai dengan
prinsip kedaulatan rakyat. Ada atau tidaknya negara ini, tergantung dari
rakyatnya sendiri untuk mempertahankan keberadaannya.
Dalam Pasal 27 ayat (3) UUD NRI Tahun
1945 dijelaskan bahwa setiap warga negara itu memiliki hak dan kewajiban dalam
upaya pembelaan negara. Bela negara merupakan tekad, sikap, dan tindakan warga
negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi oleh
kecintaan terhadap tanah air, kerelaan berkorban untuk tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Upaya
bela negara selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan
bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung
jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.
Semangat dan komitmen para pejuang
tempo dulu dalam meraih kemerdekaan, dilandasi dengan keteguhan dan keyakinan
pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Maka saat ini juga masih diperlukan dalam rangka mengisi dan mempertahankan NKRI.
Menurut Pasal 30 ayat (1) UUD NRI Tahun
1945, dijelaskan bahwa setiap warga negara juga mempunyai hak dan kewajiban
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Usaha pertahanan keamanan negara itu
dilaksanakan melalui sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata),
yang dilaksanakan oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama serta rakyat
sebagai kekuatan pendukung. TNI yang terdiri atas angkatan darat, laut, dan
udara merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan serta kedaulatan
negara. Sementara itu, Polri merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat yang bertugas mengayomi, melindungi, dan melayani
masyarakat serta menegakkan hukum.
Dalam Penjelasan UU No. 3 Tahun 2002,
dinyatakan bahwa pandangan hidup bangsa Indonesia tentang pertahanan negara
adalah sebagaimana ditentukan dalam Pembukaan dan Pasal-pasal UUD NRI Tahun
1945, yaitu sebagai berikut.
a.
Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
b. Pemerintah
negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
c.
Hak dan kewajiban setiap warga negara, untuk
ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
d. Bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pandangan hidup tersebut,
bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan pertahanan negara menganut prinsip
sebagai berikut.
a.
Bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta
mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta
keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
b. Pembelaan
negara diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya pertahanan
negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan bagi setiap warga yang
didasarkan pada kesadaran hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada
kekuatan sendiri.
c.
Bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih
cinta kepada kemerdekaan dan kedaulatannya.
d. Bangsa
Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut politik luar negeri
bebas aktif.
e.
Bentuk pertahanan negara bersifat semesta, dalam
arti melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana, dan
prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan
pertahanan.
f.
Pertahanan negara disusun berdasarkan
prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan
hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip
hidup berdampingan secara damai dengan memperhatikan kondisi geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan.
Keikutsertaan warga negara dalam upaya
bela negara menurut UU No. 3 Tahun 2002 Pasal 9 ayat (2) dapat diselenggarakan
melalui hal-hal berikut.
a.
Pendidikan Kewarganegaraan, dimaksudkan untuk
membentuk bangsa Indonesia menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. PKn merupakan mata
pelajaran yang memiliki fokus
pembelajaran pada pembekalan pengetahuan, pembinaan sikap, perilaku, dan pelatihan
keterampilan sebagai warga negara yang demokratis, taat hukum dalam kehidupan
bermasyarakat, mengacu pada kompetensi Kewarganegaraan, yaitu:
1). pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge);
2). keterampilan kewarganegaraan (civic skills);
3). watak-watak kewarganegaraan (civic disposition).
b.
Pelatihan dasar kemiliteran, merupakan usaha untuk membantu TNI dan Polri
dalam menjaga kemanan dan ketertiban negara. Misalnya, pelatihan dasar militer
yang dilakukan di lingkungan perguruan tinggi, baik sebagai anggota Resimen
Mahasiswa (Menwa) atau melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
c.
Pengabdian sebagai Prajurit TNI dan Polri. TNI
berperan sebagai alat pertahanan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertugas mempertahankan
kedaulatan negara dan keutuhan wilayah; melindungi kehormatan dan keselamatan
bangsa; melaksanakan operasi militer Sumber:
http://cdn.klimg.com/merdeka.com selain perang; ikut serta secara Gambar 6.14 : TNI Wanita aktif dalam tugas pemeliharaan
perdamaian regional dan internasional.
Sementara itu, tugas utama Polri adalah sebagai alat negara yang memelihara
kemanan dan ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi, dan melayani
masyarakat serta menegakkan hukum.
d.
Pengabdian
sesuai dengan profesi, merupakan
pengabdian semua warga negara
yang sesuai dengan profesi dan kemampuan yang dimilikinya yang
dilandasi kesadaran akan cinta tanah air serta semangat rela berkorban untuk
kepentingan dan kemajuan bangsa termasuk dalam menanggulangi dan atau
memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam, dan bencana
lainnya.
Seluruh warga negara memiliki hak dan
kewajiban untuk berpartisipasi atau turut serta dalam upaya pembelaan
negara. Pembelaan negara bukan hanya
dilakukan oleh para pahlawan tempo dulu dalam berjuang meraih kemerdekaan atau
dalam mempertahankan kemerdekaan saja, namun kita semua adalah pemilik negeri
ini dan sampai kapan pun harus turut berjuang untuk mempertahankan kedaulatan
serta memajukan bangsa.
2. Perwujudan Bela Negara dalam berbagai aspek
kehidupan
Upaya pembelaan negara, pada dasarnya
didorong oleh rasa cinta terhadap tanah
air, sikap rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, serta mampu
menempatkan persatuan dan kesatuan, juga
keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Partisipasi masyarakat dalam upaya
pembelaan negara dapat dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan, baik bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan sesuai
dengan bidang profesinya masing-masing. Berikut ini beberapa contoh partisipasi
masyarakat dalam upaya pembelaan negara dalam berbagai bidang.
a. Ideologi
Ideologi negara kita adalah Pancasila,
sebagai warga negara, kita harus memahami nilai-nilai Pancasila serta mampu
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Wujud partisipasi warga negara
dalam membela negara di bidang ideologi misalnya percaya dan yakin terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dengan selalu menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing,
saling menghormati dan mencintai antarsesama manusia dengan selalu melakukan
kegiatan kemanusiaan, menempatkan persatuan dan kesatuan dengan mendahulukan kepentingan umum di atas
kepentingan pribadi, mengutamakan musyawarah dalam penyelesaian masalah yang
menyangkut kepentingan bersama, melakukan berbagai kegiatan yang mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial, serta menjaga keseimbangan antara
hak dan kewajiban.
Sumber:
http://www.rmoljakarta.com/
Gambar 6.16 Salah satu bentuk perwujudan bela negara di
sekolah
b. Politik dan hukum
Mewujudkan stabilitas politik nasional
demi kelangsungan hidup pemerintahan yang berdaulat, dapat dilakukan dengan
turut serta menyukseskan pemilihan umum, pemilihan kepala daerah
(pilkada), pemilihan pemimpin organisasi dan bentuk pemilihan lainnya. Kegiatan
menyampaikan aspirasi secara lisan ataupun tertulis dengan sopan, bersikap
kritis terhadap segala permasalahan. Upaya lainnya, dengan
memberikan saran atau usul kepada pihak-pihak yang berwenang, tidak melakukan
perbuatan curang atau politik uang (money
politic) dalam mencapai suatu tujuan. Turut
melaksanakan kebijakan-kebijakan
serta peraturan perundangundangan yang dibuat oleh pemerintah. Salah
satu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah adalah menetapkan peraturan
perundang-undangan tentang pajak. Warga negara yang dinyatakan telah memenuhi
syarat sebagai wajib pajak, harus membayar pajaknya sebelum jatuh tempo. Karena
salah satu pendapatan negara yang digunakan untuk pembangunan nasional
diperoleh melalui pajak yang dibayarkan oleh warga negara. Jika warga negara
tidak membayar pajak pembangunan nasional pun akan terhambat.
c. Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, setiap warga
negara dituntut untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya yang lebih baik dalam
rangka pemenuhan kebutuhan ekonominya, dengan:
1) bekerja
mencari nafkah;
2) melakukan
transaksi jual beli sesuai dengan kesepakatan bersama dan ketentuan yang
berlaku;
3) mengembangkan
usaha kecil, menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif, dan berdaya
saing, sehingga dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan devisa bagi negara.
d. Sosial budaya
Masyarakat Indonesia yang tersebar dari
Sabang sampai Merauke, memiliki keragaman suku bangsa, budaya, agama, ras, dan
golongan. Oleh karena itu, kita dituntut untuk
mewujudkan kehidupan masyarakat yang ber-Bhinneka Tunggal Ika dengan: mempererat hubungan baik antar warga
masyarakat dengan mengembangkan sikap toleransi antar suku bangsa, agama, ras
dan antargolongan: memberikan bantuan
kepada warga masyarakat yang
tertimpa musibah bencana alam, mengalami
kemiskinan, anak-anak jalanan, orang-orang cacat, orang-orang lanjut
usia/jompo; mengembangkan bakat dan kemampuan masing-masing seperti dalam
bidang seni atau olahraga sehingga dapat meningkatkan prestasi yang
membanggakan dan membawa harum nama baik
daerahnya maupun bangsa; melestarikan adat istiadat dan budaya daerah
sebagai salah satu unsur budaya nasional; memelihara dan melestarikan
lingkungan hidup sehingga terhindar dari bencana alam, seperti banjir atau longsor.
e. Pertahanan dan Keamanan
Dalam mewujudkan sistem pertahanan
keamanan rakyat semesta, diperlukan partisipasi dari seluruh lapisan
masyarakat. Misalnya, melakukan kegiatan sistem
keamanan lingkungan (siskamling) di wilayahnya masingmasing. Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN) dapat diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan
nasional yang diselenggarakan di sekolah atau di luar sekolah. Kegiatan
pembelajaran dalam semua mata pelajaran, maupun dalam upacara bendera serta kegiatan
ekstrakurikuler, seperti Pramuka, PKS, PMR, penghijauan, Karya Ilmiah Remaja
dan lain-lain.
Keanggotaan Rakyat Terlatih (Ratih)
sebagai salah satu bentuk keikutsertaan warga negara yang menunjukkan sifat
kesemestaan dan keserbagunaannya dalam penyelenggaraan pertahanan keamanan
negara. Kegiatan Ratih meliputi pertahanan sipil (hansip), perlawanan rakyat
(wanra), keamanan rakyat (kamra) dan resimen mahasiswa (menwa).
Kegiatan Perlindungan Masyarakat
sebagai organisasi masyarakat untuk melakukan fungsi menanggulangi/memperkecil
akibat malapetaka yang ditimbulkan oleh perang atau bencana alam.
Pengabdian sebagai Prajurit TNI dan
Polri, TNI bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keselamatan wilayah, melindungi kehormatan
dan keselamatan bangsa, melaksanakan operasi militer selain perang, dan ikut
serta secara aktif dalam tugas pemeliharan perdamaian regional dan
internasional. Sementara itu, Polri berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan supremasi hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar