BAB
3
Norma
dan Keadilan
Tujuan dipelajari siswa diharapkan :
1.
Dapat
menjelaskan
2.
Dapat
mendiskripsikan
3.
Dapat
menerapkan
3.1. Makna Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Apa informasi yang kalian peroleh saat mengamati
Gambar 3.1? Sudahkah kalian melaksanakan peraturan di jalan raya dengan baik?
Apakah ada hubungan melaksanakan peraturan berlalu lintas dan peraturan
perundang-undangan? Kalian pasti ingin tahu lebih banyak informasi tentang
ketaatan hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Kembangkan terus
keingintahuan kalian tersebut. Coba kalian rumuskan pertanyaan yang ingin
kalian ketahui dari gambar dan cerita di atas. Seperti apa peraturan
perundangan tertinggi di Indonesia? Bagaimana tata urutan perundangan yang berlaku di Indonesia?
Diskusikan dengan kelompok kalian untuk
mengembangkan sebanyak mungkin
informasi yang kalian ingin ketahui tentang peraturan perundangan.
Tulislah pertanyaan kalian dalam kolom di bawah ini.
Setelah kalian merumuskan rasa ingin
tahu kalian dalam pertanyaan, cobalah bersama teman secara berkelompok
mendiskusikan jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. Untuk membantu kalian
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, berikut disampaikan pembahasan tentang
makna tata urutan peraturan perundangundangan di Indonesia. Kalian juga dapat
mencari informasi dari berbagai sumber belajar yang lain.
Mengapa harus ada hukum dalam
pergaulan hidup manusia? Kita mengetahui bahwa setiap manusia mempunyai
keinginan. Kadang kala keinginan itu berbedabeda. Apabila tidak ada suatu yang
dijadikan pedoman dalam mewujudkan keinginankeinginan tersebut, hal yang
terjadi adalah benturan-benturan. Supaya kehidupan dapat berjalan dengan aman
dan tertib, diperlukan adanya peraturan hidup. Peraturan hidup itu disebut
norma. Apakah norma itu? Kalian telah mempelajari dalam materi pelajaran di
kelas VII.
Untuk mengingatkan kembali pemahaman
kalian tentang macam-macam norma isilah tabel di bawah ini.
1. Pengertian
Peraturan Perundang-undangan Nasional
Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana
dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) ”Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Hal ini mengandung arti bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
harus didasarkan pada hukum yang berlaku. Hukum dijadikan panglima, segala
sesuatu harus atas dasar hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan
dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan
harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem
hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya
yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan
mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Untuk mewujudkan sistem hukum
nasional, pasal 22 A UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa ”Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara
pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.” Untuk menjabarkan
ketentuan pasal 22 A tersebut, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun, materi undangundang
tidak hanya mengatur tentang undang-undang saja, tetapi memuat juga peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku.
Peraturan perundang-undangan
menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 memiliki pengertian peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur
yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Hukum memiliki berbagai
bentuk hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Hukum tertulis dalam
kehidupan saat ini memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kepastian hukum.
Meskipun demikian, hukum tidak tertulis tetap diakui keberadaannya sebagai salah
satu hukum yang mengikat masyarakat. Secara formal, kalian sudah mengenal
berbagai bentuk peraturan perundang-undangan di sekitar kalian, misalnya tata
tertib sekolah, peraturan di lingkungan rumah tangga, Peraturan Daerah,
Peraturan Pemerintah, Undang-Undang.
2. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia
Tata
urutan peraturan perundang-undangan mengandung
makna bahwa per aturan
perundang-undangan yang berlaku memiliki hierarki atau tingkatan. Peraturan
yang satu memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan peraturan yang
lain. Tata urutan ini perlu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau asas
umum yang berlaku dalam hukum, yaitu sebagai berikut.
a.
Dasar peraturan perundang-undangan selalu peraturan
perundang-undangan.
b.
Hanya peraturan
perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan landasan yuridis.
c.
Peraturan perundang-undangan yang masih berlaku hanya
dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundang-undangan yang
sederajat atau lebih tinggi.
d.
Peraturan perundang-undangan yang baru mengesampingkan
peraturan perundang-undangan yang lama.
e.
Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
f.
Peraturan
perundang-undangan yang bersifat
khusus mengesampingkan peraturan
perundang-undangan yang bersifat umum.
g.
Setiap jenis peraturan perundang-undangan memiliki
materi yang berbeda.
Jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan di Indonesia sesuai pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
b.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
d.
Peraturan Pemerintah (PP)
e.
Peraturan Presiden (Perpres)
f.
Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
g.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota)
Asas-asas dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan ditegaskan dalam pasal 5 dan penjelasannya, yaitu
sebagai berikut.
a.
Kejelasan
tujuan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundangundangan harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b.
Kelembagaan
atau organ pembentuk yang tepat adalah setiap jenis peraturan
perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk
peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga
yang tidak berwenang.
c.
Kesesuaian
antara jenis, hierarki, dan materi muatan adalah bahwa dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan, pembuat harus benar-benar memper hatikan materi
muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
d.
Dapat
dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundangundangan
harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e.
Kedayagunaan
dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap peraturan perundang undangan dibuat
karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f.
Kejelasan
rumusan adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan
kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga
tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g.
Keterbukaan
adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan, dan pengundangan
bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam
pembentukan.
Selanjutnya, ditegaskan dalam
Ppasal 6 bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
asas sebagai berikut.
a.
Pengayoman adalah
bahwa setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan
ketenteraman masyarakat.
b.
Kemanusiaan adalah
bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan
dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara
dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c.
Kebangsaan adalah
bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d.
Kekeluargaan
adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundangundangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan
keputusan.
e.
Kenusantaraan
adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan
perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
f.
Bhinneka
Tunggal Ika adalah bahwa materi muatan peraturan perundangundangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus
daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g.
Keadilan adalah
bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan
keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h.
Kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang, antara lain: agama, suku, ras, golongan, gender,
atau status sosial.
i.
Ketertiban
dan kepastian hukum adalah bahwa setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui
jaminan kepastian hukum.
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu, masyarakat, serta kepentingan bangsa dan negara.
3.2B. Proses
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan
dalam tata urutan perundangundangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 di
atas, secara lebih jelas sebagai berikut.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan hukum dasar dalam peraturan perundangan-undangan. Sebagai hukum
dasar, UUD mengikat setiap warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang
harus di taati. Sebagai hukum dasar, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan sumber hukum bagi peraturan perundang-undangan, dan merupakan hukum
tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Secara
historis, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun oleh Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
Majelis Permusyawaratan Rakyat
berwenang mengubah dan menetapkan UUD sesuai amanat pasal 3 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan terhadap UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan. Perubahan ini
dilakukan sebagai jawaban atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan di
Indonesia. Tata cara perubahan UUD ditegaskan dalam pasal 37 UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai berikut.
a.
Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan disampaikan secara tertulis
yang memuat bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
b.
Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri
sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c.
Putusan untuk mengubah disetujui oleh
sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
d.
Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
Perlu juga kalian pahami bahwa
dalam perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat beberapa
kesepakatan dasar, yaitu sebagai berikut. a. Tidak mengubah Pembukaaan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b.
Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c.
Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
d.
Penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam
pasal-pasal.
e.
Melakukan perubahan dengan cara adendum, artinya menambah pasal perubahan tanpa menghilangkan pasal
sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum
untuk kepentingan bukti sejarah.
Sumber: Bahan Sosialisasi MPR RI Tahun 2012 Gambar 3.2 Perubahan UUD 1945
2. Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketika MPRS dan MPR masih berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi negara salah satu produk hukum MPR adalah Ketetapan MPR. Ketetapan
MPR adalah putusan majelis yang memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam dan
ke luar majelis. Mengikat ke dalam berarti mengikat kepada seluruh anggota
majelis. Mengikat ke luar berarti setiap warga negara, lembaga masyarakat dan
lembaga negara terikat oleh Ketetapan MPR.
Adapun yang dimaksud dengan
”Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 adalah
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 4
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003
tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
Pasal 2 Ketetapan MPR No.
I/MPR/2003 menegaskan bahwa beberapa ketetapan MPRS dan MPR yang masih berlaku
dengan ketentuan adalah sebagai berikut.
a.
Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 tentang
Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi
Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk
Menyebarluaskan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme.
b.
Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik
Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.
c.
Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat
di Timor Timur.
Pasal 4 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 mengatur ketetapan MPRS/MPR
yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang, yaitu
sebagai berikut.
a.
Ketetapan MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang
Pengangkatan Pahlawan Ampera.
b.
Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
c.
Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan; Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber
Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka NKRI.
d.
Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Ketetapan ini saat ini
sudah tidak berlaku karena sudah ditetapkan undang-undang yang mengatur tentang
hal ini.
e.
Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan
Persatuan dan Kesatuan Nasional.
f.
Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan
TNI dan Polri.
g.
Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI
dan Polri.
h.
Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika
Kehidupan Berbangsa.
i.
Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi
Indonesia Masa Depan.
j.
Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi
Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
k.
Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
3. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama presiden. Peraturan Pemerintah
Pengganti UndangUndang adalah peraturan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
Pengganti UndangUndang memiliki kedudukan yang sederajat. DPR merupakan lembaga
negara yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20
ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, kekuasaan ini harus
dengan persetujuan presiden.
Suatu rancangan undang-undang
dapat diusulkan oleh DPR atau presiden. Dewan Perwakilan Daerah juga dapat
mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada DPR. Proses pembuatan
undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPR sebagai berikut.
a.
DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis
kepada presiden.
b.
Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas
rancangan undang-undang bersama DPR.
c.
Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden,
selanjutnya rancangan undangundang disahkan oleh presiden menjadi
undang-undang.
Sumber: Bahan Sosialisasi MPR RI Tahun 2012 Gambar 3.3 Proses pembentukan UU
Proses pembuatan undang-undang
apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut.
a.
DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada DPR
secara tertulis.
b.
DPR membahas rancangan undang-undang yang diusulkan
oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c.
DPR mengajukan
rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden. Presiden menugasi
menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
d.
Apabila disetujui bersama oleh DPR dan presiden,
selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi
undang-undang.
Di samping undang-undang, ada
peraturan perundang-undangan yang setara kedudukannya dengan undang-undang,
yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah peraturan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh presiden karena keadaan genting dan memaksa. Dengan kata lain,
diterbitkannya Perppu jika keadaan dipandang darurat dan perlu payung hukum untuk
melaksanakan suatu kebijakan pemerintah. Perppu diatur dalam UUD 1945 pasal 22
ayat (1, 2, dan 3) yang memuat ketentuan sebagai berikut.
a.
Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal
kegentingan yang memaksa.
b.
Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa
persidangan berikutnya.
c.
Apabila Perppu tidak mendapat persetujuan DPR, maka
Perppu harus dicabut.
d.
Apabila Perppu mendapat persetujuan DPR, Perppu
ditetapkan menjadi undangundang.
Contoh Perppu yang dijadikan
undang-undang, antara lain Perppu No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia. Perppu tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
4. Peraturan
Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah adalah peraturan
perundangan-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk melaksanakan Undang-Undang
sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pasal 5 ayat (2). Peraturan pemerintah ditetapkan oleh presiden sebagai
pelaksana kepala pemerintahan. Contoh dari peraturan pemerintah adalah PP No.
32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan untuk Melaksanakan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai
berikut.
a.
Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah (PP)
disiapkan oleh kementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian sesuai
dengan bidang tugasnya.
b.
Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia
antar kementerian dan/atau lembaga pemerintah bukan kementerian.
c.
Tahap penetapan dan pengundangan PP ditetapkan oleh
presiden (Pasal 5 ayat
(2) UUD 1945) kemudian diundangkan oleh Sekretaris
Negara.
5. Peraturan Presiden (Perpres)
Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan.
Proses penyusunan Peraturan
Presiden ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu sebagai
berikut.
a.
Pembentukan panitia antarkementerian dan/atau lembaga
pemerintah nonkementerian oleh pengusul.
b.
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum.
c.
Pengesahan dan penetapan oleh presiden. 6. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah peratur an
perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama
gubernur. Peraturan Daerah dibuat dengan untuk me laksanakan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda juga dibuat dalam rangka mel
aksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh ber tentangan dengan peraturan
yang lebih tinggi. Pemerintah Pusat dapat membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan
dengan peraturan yang lebih tinggi.
Proses penyusunan Peraturan Daerah
Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
a.
Rancangan Perda Provinsi dapat diusulkan oleh DPRD
Provinsi atau Gubernur.
b.
Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi, proses
penyusunan adalah sebagai
berikut. Sumber: schibaku-attack.blogspot.com
1)
DPRD Provinsi mengajukan rancangan Gambar
3.4
Perda Provinsi DKI Jakarta perda kepada gubernur secara tertulis. melarang merokok
2)
DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan perda
Provinsi.
3)
Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda
disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
c.
Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur, proses penyusunan
adalah sebagai berikut.
1)
Gubernur mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD
Provinsi secara tertulis
2)
DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan Perda
Provinsi
3)
Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda
disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi
7. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan
Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah
peraturan perundangundangan yang
dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota.
Perda dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan sehingga
peraturan daerah dapat berbeda-beda antara satu daerah dan daerah yang lainnya.
Proses penyusunan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
|
|
|
a.
Rancangan Perda Kabupaten/Kota dapat di-usulkan oleh
DPRD Kabupaten/Kota atau bupati/walikota.
b.
Apabila rancangan
diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota, proses pe nyusun an
adalah sebagai berikut.
1)
DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan perda kepada
bupati/walikota secara tertulis
2)
DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/ walikota membahas Rancang an Perda
Kabupaten/Kota.
Apabila
rancangan diusulkan oleh bupati/walikota, proses penyusunan adalah sebagai
berikut.
1)
Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD
Kabupaten/Kota secara tertulis.
2)
DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota membahas
Rancangan Perda Kabupaten/Kota.
3)
Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda
disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
3.3. Menampilkan Sikap
Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Simak cerita di bawah ini.
Andi, seorang siswa yang rajin belajar. Andi
berangkat ke sekolah pagi-pagi dengan penuh semangat. Seluruh tugas sekolah
selalu dikerjakan oleh Andi sehingga Andi tidak pernah ditegur oleh guru. Pada
akhir semester, nilai rapor pengetahuan Andi sangat baik dan nilai rapor sikap
serta keterampilan Andi pun sangat baik. Orang tua Andi merasa bangga terhadap
nilai yang telah diperolehnya.
Dari cerita di atas, jawablah pertanyaan di bawah ini.
1)
Apakah Andi merupakan siswa yang mematuhi peraturan
sekolah?
2)
Adakah keuntungan yang akan diterima seseorang apabila
mematuhi aturan? Jelaskan!
Kepatuhan berarti sikap taat atau
siap sedia melaksanakan aturan. Bersikap patuh akan membentuk perilaku
disiplin. Banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang terbiasa hidup
taat pada aturan, di antaranya adalah kepatuhan lebih menguntungkan daripada
melanggar aturan. Contohnya, orang melanggar lalu lintas akan dikenakan denda
sekian rupiah. Orang yang berpola hidup sehat akan terhindar dari penyakit.
Orang yang tidak mengonsumsi narkoba akan memiliki tubuh yang kuat dan
berpikiran sehat.
Kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan nasional berkaitan dengan terbentuknya kesadaran hukum
setiap warga negara. Kesadaran hukum warga negara dapat diukur dari beberapa
indikator berikut:
a. Pengetahuan
Hukum
Pengetahuan hukum meliputi pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan
yang dilarang hukum, seperti penganiayaan, penipuan, penggelapan. Selain itu,
juga pengetahuan tentang perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan oleh hukum,
seperti jual-beli, sewa-menyewa, dan perjanjian.
b. Pemahaman Kaidah-Kaidah Hukum
Pemahaman terhadap kaidah hukum ditandai dengan
menghayati isi hukum yang berlaku seperti memahami tujuan hukum yang mewujudkan
ketertiban dan keamanan bersama.
c. Sikap terhadap Norma-Norma Hukum
Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk penilaian
terhadap norma-norma hukum berupa nilai baik dan buruk terhadap kaidah-kaidah
(aturan-aturan) hukum. Misalnya, pencurian termasuk dalam perbuatan tercela
karena merugikan orang lain.
d. Perilaku Hukum
Perilaku hukum ditunjukkan dengan perbuatan menaati
aturan-aturan hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai warga negara yang baik, salah satu kewajibannya
adalah mematuhi aturan perundang-undangan. Perilaku menaati peraturan
perundang-undangan me rupakan kewajiban setiap warga negara, tidak terkecuali
para pelajar. Perilaku menaati undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh semua
orang di antaranya adalah sebagai berikut.
a.
Memiliki akta kelahiran.
b.
Mematuhi aturan berlalu lintas.
c.
Menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar.
d.
Tidak melakukan tindakan yang melawan hukum.
Kepatuhan kepada hukum merupakan
cerminan kepribadian seseorang. Orang yang taat pada hukum berarti memiliki
kepribadian yang baik. Sementara itu, orang yang tidak taat pada hukum berarti
kepribadiaannya tidak baik karena sudah mengabaikan kewajibannya. Kalian
jadilah warga negara yang mempunyai kepribadian yang baik dengan selalu menaati
peraturan yang berlaku.
Membiasakan menaati peraturan
perundang-undangan dapat dilakukan dalam berbagai lingkungan seperti sekolah,
masyarakat, bangsa dan negara. Cobalah kalian amati perwujudan ketaatan
tersebut di lingkungan sekolah kalian! Tulislah hasil pengamatan kalian pada
buku catatan atau lembaran kertas!
Aktivitas 3.4
1. Membiasakan Perilaku Tertib Berlalu-lintas
Tertib dalam lalu lintas bukan hanya kewajiban masyarakat
perkotaan. Di pedesaan atau di jalan raya yang tidak banyak kendaraan bermotor
pun, tertib lalu lintas harus dijalankan. Peraturan Lalu Lintas diatur dalam
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. Pengendara kendaraan bermotor tentunya harus
memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Siswa SMP tidak dapat memiliki SIM karena
untuk memiliki SIM, minimal berusia 17 tahun.
Laporan lalu lintas setiap tahun
selalu mencatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia sangat tinggi. Anak-anak
usia sekolah di Indonesia banyak yang mengalami kecelakaan dan meninggal akibat
melanggar aturan mengendarai kendaraan bermotor. Data kecelakaan lalu lintas
tersebut seharusnya menyadarkan kita semua bahwa pelajar SMP dilarang mengendarai
kendaraan bermotor karena merupakan pelanggaran dan mengundang terjadinya
kecelakaan.
Diskusikan wacana di atas dan
hubungkan dengan bagaimana kondisi jalan raya dan penggunanya di daerahmu. Deskripsikan
bagaimana sebaiknya pengguna kendaraan bermotor berperilaku di jalan raya.
Pada saat ini, kalian pasti sering
menyaksikan pelanggaran lalu lintas di jalan raya yang dilakukan oleh pelajar.
Pelanggaran berupa mengendarai kendaraan bermotor tanpa memiliki SIM atau STNK,
tidak memakai helm, dan sebagainya.
Kaitkan dengan keinginan para remaja
untuk mengendarai kendaraan bermotor dan tentunya hal tersebut melanggar
peraturan. Buatlah kesepakatan dalam kelas untuk tidak mengemudikan kendaraan
bermotor. Bacakan kesepakatan tersebut di depan kelas.
Dalam masyarakat perkotaan,
kemacetan adalah suatu hal biasa dan mudah ditemukan setiap hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar